(Pada malam pertama libur akhir tahun ini, tiba-tiba aku teringat padanya)
Ada 2 orang gadis, dua-duanya bernama Rizma Amalia. Rizma yang pertama adalah seorang gadis, alumnus Ekonomi Pembangunan Unpar. Ia cantik, luwes, ramah dan pinter. Orang-orang tata usaha Fakultas Ekonomi memanggilnya sebagai Iteung. Beberapa tahun terakhir menjelang lulus, ia membantu Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru, Seksi Pendaftaran.
Gadis kedua, namanya juga Rizma Amalia. Jangankan lulus sarjana, Taman Kanak-kanak pun belum! Umurnya baru 3 tahun kurang dikit. Ia lahir prematur, dan selama 3 bulan pertama harus menginap di Rumah Sakit. Ia juga gampang sakit. Sebentar-sebentar sakit. Setiap Rizma sakit, Kang Dede, ayah gadis ini, meminta surat pengantar berobat ke Rumah Sakit Borromeus.
Sekarang, bila Rizma kecil sakit, Kang Dede hanya bisa menangis. Kira-kira pada bulan Agustus 2009, Kang Dede diepecat dari tempat kerjanya. Jadi ia tidak pernah bisa lagi minta surat pengantar untuk membawa anaknya ke rumah sakit. Ia tak punya uang untuk pengobatan anaknya. Pinjaman ke saya sebelum dipecat pun saya relakan untuk tidak dikembalikan, karena saya tahu, ia tidak bakal bisa membayarnya.
Dede telah dipecat. Ia mendapat hak uang pesangon kurang lebih 38 juta, tetapi dipotong langsung oleh koprasi, sehingga ia tidak bisa membawa pulang pesangon itu. Sekedar catatan pengeluaran untuk laporan kepada isterinya pun ia tidak mendapatkannya.
Memecat seseorang, apalagi orang kecil seperti Dede, gampang sekali. Dan Ia bangga sekali bisa memecat anak buahnya. Konduitenya naik drastis. Reputasinya hebat. Ia tidak sadar, bahwa ia telah membunuh 4 jiwa sekaligus: Dede, isterinya, dan 2 anaknya, termasuk Rizma kecil yang sakit-sakitan.
Tidak perlu diajar-ajarkan, tugas seorang pimpinan itu apa. Yang jelas, tugasnya PASTI bukan untuk memecat anak buahnya. Sebaliknya, ia harus melindungi mereka. Jika Anda dewasa dan normal-wajar, naluri sebagai pimpinan secara otomatis akan mengikuti Anda: tugas pimpinan pasti bukan untuk membunuh dan membunuh!