Sabtu, Oktober 31, 2009

Masih buat Pst. H. Kartono, OSC

Kata Akhir

Doa syukur dan terimakasih, ucapan selamat dan bahagia, harapan dan doa, bertaburan disekeliling Pastor Heri Kartono, OSC. akhir-akhir ini, di sekitar tanggal 15 Agustus 2009.

Maafkan kami Mo, karena sudah menghujani Romo dengan ucapan dan doa seperti pada halaman-halaman depan buku ini. Kami tidak tahu berat-ringannya perjuangan Romo selama 25 tahun ini. Hanya Romo dan Tuhan saja yang mengetahuinya. Kami sering terjebak untuk mengkultuskan seseorang, terutama bilai tu seorang pastor. Ini semua bukan maksud kami untuk mengesampingkan pergulatan Romo yang luar biasa terhadap apa yang disebut sebagai panggilan.

Kami cuma bisa melahirkan kabahagiaan kami melalui ucapan-ucapan itu semua. Hanya itu…hanya itu..

Hidup menjadi ringan, karena homo ludens Pastor Heri. Bila hidup kami stress dan tegang, kaku dan beku, menjadi lega dan cair bila bertemu dengan Romo. Biasanya kami diajak menari, jiwa kami dipermainkan semaunya sendiri. Dan setelah itu biasanya kami bisa tersenyum lagi…. Terima kasih ya Mo…

Singkatnya kami semua menikmati Kristus melalui hidup Romo. Tuhan benar-benar lewat dan singgah dalam hidup kami, melalui pergaulan kami dengan Romo Heri. Ini yang penting. Dan ini cukuplah. Sebab hidup kami menjadi sebuah anugerah bila beriringan dengan-Nya. Jadi, Kristuslah yang hidup dalam diri kami, bukan diri kami sendiri!

Akhir kata, bertepatan dengan tahun imam pula kami hanya bisa lambungkan doa singkat kami, berulang-ulang, seperti biasanya sampai kami tertidur:

“Bapa yang maha kasih,
Tariklah Pastor Heri ke dalam pelukanMu, bila nikmat dunia menggoda.

Hiburlah dia, ketika ia merasa sendiri dan sepi,
ketika ia mengalami susah dan derita,
dan bila pengorbanannya nampak sia-sia.

Dekaplah dia senantiasa,
karena walaupun ia telah Kau anugerahi panggilan ilahi,
namun ia toh tetap memiliki hati insani dengan segala kerapuhan manusiawi.

Semoga setiap hari pikiran dan perbuatannya aman terjaga
dan menjadi teladan indah bagi seluruh umat kesayangan-Mu”.

Amin.

salam,
isnar@home.unpar.ac.id

Sabtu, Oktober 24, 2009

Sejenak Bersama PST. HERIBERTUS KARTONO, OSC

Selama tiga tahun pertama hidup membiara, saya bersama-sama dengan Fr. H. Kartono. Hidup sekamar selama satu tahun, dan pada waktu itu bertugasbersama sebagai koster.

Pengalaman sebagai koster.
Setiap hari Rabu kami libur, tidak kuliah. Hari itu kami pakai untuk membersihkan kapel. Sambil menyapu dan mengepel lantai Pst. Kartono selalu menyetel kaset melalui player pada organ. Yang didengarkan adalah pelajaran Bahasa Sunda. Menghafalkan 3 tingkatan bahasa, bahasa kasar, menengah dan bahasa halus. Tidak heran jika Pak Sabda, dosen bahasa Sunda, sangat menyukainya.

Liburan akhir tahun saya ikut Frater ini ke Brebes, tempat orang tuanya. Kesan pertama saya adalah: keluarga sederhana tetapi harmonis. Anak-anak terhadap orang tua bicara dalam bahasa jawa yang halus. Bahkan ada seorang cucu yang belum sekolah pun sudah pandai sekali bicara dalam bahasa jawa yang halus. Karena setiap liburan saya ikut ke Brebes, lama-kelamaan Bapak dan Ibu Bambang sudah menganggap saya juga sebagai anak sendiri.

Pak Bambang sering menulis surat untuk saya. Diketik sendiri dan diposkan sendiri oleh beliau. Bahkan sewaktu sudah sakit pun, Bapak mengetik surat dengan satu tangan untuk saya. Pada surat-surat itu beliau selalu menumpahkan segala perasaan beliau terhadap anaknya yang meniti panggilannya sebagai seorang calon pastor. Bapak bangga sekali pada Fr. Kartono, dan tidak sejenak-pun melupakannya bila berdoa. Kadang-kadang saya merasa iri, karena Frater Kartono selalu didoakan oleh Bapak dan Ibunya, sedangkan tidak demikian dengan orang tua saya.

Pengalaman di sekolah.
Seingat saya, Fr. Heri Kartono adalah mahasiswa yang paling baik IP-nya dibandingkan dengan kami teman-teman seangkatannya. Selagi kami mati-matian belajar bahasa latin, ia belajar matakuliah lainnya, karena ia sudah tidak perlu menempuh matakuliah itu. Dan pada waktu kami belajar matakuliah pokok, ia malah belajar Bahasa Belanda, padahal tidak ada matakuliah itu! Pada awal-awal kuliahpun Fr. Kartono sudah menguasai Bahasa Inggris dan Perancis (di samping Bahasa Jawa dan Sunda..he..he..).

Pada suatu ketika Pst. Kartono dikursuskan main organ. Saya salut karena kursus baru beberapa kali pertemuan saja ia telah bisa dan berani mengiringi doa-doa dan misa harian. Jari-jarinya besar-besar dan pendek, tetapi bisa cepat menyesuaika diri dengan tuts-tuts organ.

Di rumah (biara), seangkatan kami hanya 3 orang. Kalau ada tugas yang kebetulan per angkatan, kami serahkan saja pengerjaannya kepada Fr. Kartono. Tugas membuat doa , tugas memimpin doa, kami sepakat dialah yang membuat dan membawakannya. Sorry ya Mo...

Dalam pergaulan.
Untuk pertama kalinya saya mengenal permaian kartu bridge ya dari Pst. Kartono. Saya diajari karena ingin main seperti teman2 dari ITB, UNPAD, IKIP yang bermain kartu setelah misa hari minggu. Saya baru menyadari bahwa permainan itu bisa menambah pergaulan dengan sesama mahasiswa di Gema. Dan memang benar, Fr. Kartono sangat luwes dalam bergaul. Bahkan menonton pertandingan karate di gelora pun sering kami lakukan.

Pokoknya pastor kita yang satu ini sangat luwes dan pandai bergaul. Ia juga pinter melucu dengan mimik wajah yang sangat tenang. Ia sangat lucu tapi bisa tanpa ekspresi. Kadang-kadang saya jengkel karena saya ajak bicara serius, tetapi jawabanya malah sangat lucu.

Saya kira kelucuannya akan semakin bertambah dengan dilewatinya pesta perak imamatnya ini. Kita baca tulisannya di blog. Segar, lucu, tapi juga sangat menambah wawasan bagi pembacanya. Saking lucunya sering saya tertawa sendiri di depan komputer sampai teman sekantor mengira saya sudah sinting.

Selamat pesta perak Mo, .
Semoga Allah melindungimu selalu,
sebab dirimu adalah milik-Nya semata!
Biarlah hidupmu terbakar luluh di atas altar-Nya yang suci.,
sebab dirimu telah disucikan dan menyucikan diri bagi-Nya.

salam,
isnar@home.unpar.ac.id