Selasa, Maret 08, 2016
Senin, Maret 07, 2016
Aku Kembali ke Masa Lalu
Aku kembali ke masa lalu. Melalui
lorong waktu yang 40 tahun lamanya, aku sampai di tgl 12-13 Februari 2016.
Lorong yang paling panjang seumur hidupku.

Mendarat di Bandara Dipati Amir kami telah ditunggu oleh puluhan alumni maupun mantan guru. Sudah ada bus yang menunggu para alumni dari luar Bangka.
Sejak mendengar bahwa akan ada
temu alumni pada bulan Desember 2015, aku sudah menggebu ingin sampai hari yang
ditunggu itu. Aku siapkan kronik berupa lirik lagu untuk lagu “The Litle Drummer Boy”.
Dengan disambut oleh beberapa
alumnus, kami sudah di-booking-kan hotel, Golden Dragon Hotel, Belinyu. Sedari
malam itu kami berempat sudah merasakan kehangatan penyambutan yang luar biasa.
Esok harinya, kami ikut jalan
kaki pagi bersama guru dan murid keliling kota Belinyu sambil memungut sampah,
mengajarkan rasa tanggung jawab atas kebersihan kota. Siang harinya kami
diingatkan kembali kota Belinyu dengan menelusuri jalan-jalan, rumah-rumah
alumnus, sampai ke beberapa pantai.

Terima kasih tak terhingga kepada
para alumni yang dengan tulus menerima, mengajak-merangkul, melayani,
memanjakan, mengangkat dan menghormati kami mantan guru. Kami bangga dan tentu
bahagia bercampur haru memiliki murid seperti kalian.
Ketika aku tersadar, aku terbelalak
telah sampai pada waktu masa kini kembali, di Bandung, Minggu, 14 Februari 2016, pada pukul 20.30.
Selamat berkarya, sampai jumpa di
temu almuni 88th.
Selasa, Februari 09, 2016
DUC IN ALTUM
Bertolak ke tempat dalam berarti
sikap pasrah untuk diubah oleh Tuhan
Namun, tegas Mgr Antonius
Subianto Bunjamin OSC, “Bertolak ke tempat yang dalam membutuhkan usaha lebih
keras, nyali lebih berani, dan risiko lebih besar. Bertolak ke tempat yang
dalam berarti membiarkan diri untuk mau dipimpin oleh Yesus. Bertolak ke tempat
yang dalam berarti menerima tantangan untuk menjalani kehidupan yang lebih
baik. Akhirnya, bertolak ke tempat yang dalam berarti sikap pasrah dan percaya
untuk diubah oleh Tuhan.”
Surat Gembala itu memang mengulas
Injil hari itu, Luk 5: 1-11, tentang Yesus bertemu dengan para nelayan. Ajakan
“bertolak ke tempat yang dalam” adalah undangan untuk makin mengandalkan Allah,
menjadi bagian dari masa pertobatan pada tahun yang bertema “Hidup Pantang
Menyerah,” kata Mgr Subianto.
Dijelaskan dalam surat gembala
yang ditandatangani di Bandung pada Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah, 2
Februari 2016, bahwa mau dan mampu hidup pantang menyerah kalau mengandalkan
Allah dan percaya bahwa Allah akan memberi jalan keluar tepat pada waktunya
dengan cara yang pas asalkan kita tetap berusaha.
“Ajakan bertolak ke tempat yang
dalam sebagai undangan untuk lebih memperhatikan sesama menjadi bagian dari
tobat kita entah dalam pekerjaan maupun pelayanan. Kedekatan dengan Allah
memacu kepedulian pada sesama dan peningkatan hidup pribadi,” kata Mgr
Subianto.
Namun saat ini cukup banyak orang
bertemu pintu tertutup bagai jalan buntu seperti yang dialami Petrus dan
teman-temannya. “Di tengah kesulitan ekonomi, ada orang yang menderita
kekurangan hingga hidup sengsara. Di tengah tuntutan pekerjaan, ada orang yang
merasa sarat dengan beban hingga hidup tertekan. Di tengah usaha hidup sehat,
ada orang yang sakit berat hingga hidup sekarat. Di tengah godaan dunia yang
menggiurkan, ada orang yang tak berdaya keluar dari belenggu kebiasaan buruk
hingga hidup putus asa. Di tengah impian akan kebahagiaan berkeluarga, ada
orang yang tidak setia pada janji perkawinannya hingga hidup gelisah.”
Di situlah, kata Mgr Subianto,
orang membutuhkan kehadiran Yesus yang memanggilnya: “Bertolaklah ke tempat
yang dalam!”
Uskup berharap semoga laku tobat
di masa Prapaskah 2016 membawa perubahan kualitas hidup. “Dengan mati raga dan
puasa, kita menjadi orang yang makin mampu mengendalikan diri dan giat bekerja
pantang menyerah. Melalui doa dan tapa, kita menjadi diri yang lebih pasrah dan
mengandalkan Allah. Lewat amal kasih, kita menjadi pribadi yang makin peduli
pada sesama. Perubahan kualitas hidup ini hanya terjadi kalau kita terbuka
membiarkan Tuhan masuk ke dalam perahu hidup kita dan dengan penuh iman
mengikuti undangan-Nya untuk bertolak ke tempat yang dalam,” tulis Mgr
Subianto.
Dalam surat gembala itu, Uskup
Bandung juga menyinggung tentang Tahun Belas Kasih sedunia dan Tahun Keluarga
se-Keuskupan Bandung. “Dengan menetapkan tahun 2016 sebagai Tahun Belas Kasih
Allah, Sri Paus Fransiskus mengajak kita ‘untuk dengan lebih sungguh menyerap
belas kasihan Allah agar kita dapat menjadi tanda efektif dari karya Bapa dalam
hidup kita”’ (Misericordiae Vultus, 3). Dengan kesadaran akan belas kasih Allah
itu, kata uskup, pada Rabu Abu, 10 Februari 2016, masa Prapaskah dimulai
sebagai saat rahmat dan kesempatan khusus untuk bertobat agar makin dekat
dengan Allah.
“Pada saat itu kita disadarkan
akan belas kasih Allah supaya membenahi diri dari kelemahan dan dosa,
meningkatkan sikap peduli dan relasi dengan sesama, serta memperdalam kehidupan
rohani dan kedekatan dengan Allah. Sikap tobat itu kita wujudkan melalui doa
dan tapa, pantang dan puasa, serta amal dan kasih,” tulis uskup.
Menyinggung tentang Tahun
Keluarga Keuskupan Bandung (2016-2018), uskup menegaskan, “secara khusus saya
mendoakan saudara-saudari untuk setia menjaga kekudusan sakramen perkawinan dan
keutuhan keluarga.” Kalau menemui kesulitan bagai jalan buntu, lanjut Mgr
Subianto, “undanglah Tuhan yang penuh belas kasih untuk memasuki bahtera
keluarga saudara sekalian dan bersama Tuhan bertolaklah ke tempat yang dalam.”
(pcp)
sumber : http://penakatolik.com/2016/02/09/bertolak-ke-tempat-dalam-berarti-sikap-pasrah-untuk-diubah-oleh-tuhan/
Langganan:
Postingan (Atom)