Sabtu, Januari 29, 2011

SAKIT PENYAKIT II

Judul ini pernah aku tulis, maka sekarang kutambahi angka II dibelakangnya. Mengapa aku menuliskan kembali? Karena sekarang aku sedang berada di dalamnya. Ya, ternyata aku malah mengalaminya sendiri. Kini aku berperan sebagai penderita. Kalau temen-temen membaca tulisan-tulisanku sebelum ini tentu paham apa yang sekarang sedang aku alami.

Tetapi sekarang aku sedang tidak mau menulis tentang penderitaan. Sebaliknya, aku justru mau menuliskan soal kesehatan yang prima, kesuksesan luar biasa, kepuasan puncak, orgasme yang sempurna.

Aku sedang tidak sakit. Karena bila aku kelihatan sebagai orang yang sedang menderita, mereka justru merasakan puncak kenikmatannya. Benar. Kuperhatikan, saat-saat bisa memecat orang, raut wajahnya berseri-seri. Bila orang yang dipecat memiliki isteri dan 2 orang anak, berarti ia telah membunuh 4 orang sekaligus. Itu bagus baginya, karena semakin banyak orang terbunuh, semakin puas hatinya.

Battery yang sudah low, mendadak full kembali.
Rupanya untuk mengecharge battery memang harus dengan menyakiti orang lain. Semakin orang lain klenger, semakin sehatlah ia. Sekali lagi, semakin banyak orang terbunuh, semakin full batterynya. Maka ia selalu mencari mangsa.

Itu sebuah penyakit. Mungkin psikopat. Seorang psikopat selalu membuat kamuflase yang rumit, memutar balikkan fakta, menebar fitnah, dan kebohongan untuk mendapatkan kepuasan dan keuntungan dirinya sendiri.

Atau mungkin juga komplikasi dengan klepto. Ia bukan mencuri barang, tetapi mencuri nyawa, mencuri rejeki, menyetop kenaikan gaji, sampai kepada memecat orang dan membunuh keluarganya…..

Minggu, Januari 09, 2011

Renungan Akhir 2010


Sebenarnya tak perlu permenungan. Karena jika kurenungkan kejadian di tahun 2010, hati ini malah tersayat sembilu. Sepanjang tahun jiwaku bagaikan dikejar malaekat pencabut nyawa, Yamadipati. Selalu merasa was-was, deg-degan. Bukan hanya dalam hidup rutin keseharian, tetapi juga pada waktu tidur di malam hari. Mimpi buruk hampir kualami setiap malam dalam tidurku.

Setengah tahun terakhir ditambah lagi dengan kekecewaan yang amat dalam. Masa depan yang kurajut hari demi hari selama 30 tahun sampai menjelang masa pensiun, direnggut oleh orang dengki, srei dan benci. Entah apa yang mendasari hati, tetapi nyatanya ‘mereka’ menghentikan kenaikan gaji.

Menjelang tidurku, tak lupa aku selalu mengucap syukur. Syukur atas manusia2 cinta: istri dan anak-anakku. Istriku yang penuh kesabaran dan katresnan kepada keluarga. Anak2ku yang sudah kelar dan kini sedang belajar mandiri. Aku bersyukur atas keluargaku, atas mereka semua.

Pada awal tahun 2011, insyaallah, bila orang dengki tidak kumat dan menginjak-injakku lagi, aku akan mendapatkan rejeki yang sudah pasti. Kesetiaan kerja 30 tahun! Pada waktu itu aku sangat berharap pangkatku yang sudah tertunda akan berjalan normal kembali, sehingga hakku yang sebenarnya akan kuterima.

Pada akhir tahun ini, seluruh jajaran pimpinan teras habis masa kekuasaannya. Akan ada pengganti-pengganti. Siapapun mereka, betapapun jeleknya akan kuterima dengan ikhlas hati. Aku akan berusaha untuk melayani mereka dengan sebaik-baiknya tanpa protes, tanpa gerutu. Tulus ikhlas.

Gusti nyuwun kawelasan, Sang Kristus nyuwun kawelasan.