Sabtu, Juli 16, 2011

PERNIKAHAN


Pada hari Senin, 11 Juli 2011, adikku menikahkan anak perempuannya di kota Temanggung, Jawa Tengah.. Anak semata-wayangnya, satu-satunya.


Sejak dua minggu sebelumnya aku dan adik-adikku telah merundingkan, bagaimana kami akan berangkat ke Temanggung. Hasilnya kami ber lima berangkat dari Bandung hari Sabtu, 9 Juli, jam 16.00 dari Cimahi, dengan menyewa mobil avanza.


Sampai di Kalibawang jam 03.00. Desa kelahiranku masih terlelap tidur. Tapi orang tua dan adik-adikku yang sudah lebih dulu sampai, bangun hanya untuk menyambut rombongan dari Bandung. Setelah menurunkan barang bawaan, kami tidur. Ada yang di lantai, ada yang di atas dipan, ada yang di ruang tamu, ruang depan dan kamar belakang. Tersebar, memilih papannya sendiri-sendiri.


Jam 08.00 kloter pertama, aku, kedua orang tuaku ditambah Bapak dan Ibu Cilik (Pak Lik dan Bu Lik) berangkat, mengejar acara siraman jam 10.00. Sampai Temanggung jam 09.15.


Di ruang tengah yang berkarpet biru itu kami duduk-duduk. Aku sendiri menuang air suci dari 7 mata air dari 7 sendang ke mangkuk-mangkuk kecil yang terbuat dari tanah liat yang sudah tertempeli kertas yang bertuliskan asal air suci itu. Dari mangkuk-mangkuk kecil itu nantinya air suci dituang ke dalam bejana besar untuk menyiram-menyucikan calon pengantin.


Pk. 10.00 terlewati tetapi acara belum mulai. Menunggu eyang dari ibu calon pengantin. Pk.11.00 demikian pula. Calon pengantin menangis. Ibunya juga menangis. Bapaknya cancut-taliwanda, menjemput sang eyang.


Jam 11.30 acara dimulai dengan sungkeman. Selain kedua orang tuanya, calon pengantin juga sungkem kepada eyang baik dari bapak maupun ibu. Haru.


Lalu ibadat panjang yang dipimpin oleh seorang prodiakon. Baru acara pokok: siraman. Semua orang yang dituakan menyiramkan air suci yang bertabur kembang ke calon pengantin. Indah sekali....


Keesokan harinya, aku langsung menuju Gereja St. Petrus dan Paulus. Belum ada siapapun. Kesempatan untuk melihat-lihat gereja yang dirusak massa beberapa waktu yang lalu. Terlihat beberapa tempat masih ditambal dengan tripleks. Patung-patung kelihatan baru, juga altarnya.


Pemberkatan pengantin dalam Sakramen Suci Perkawinan begitu indah dan agung. Romo Sadana, MSF bagus, lebih-lebih lektornya (jangan ketawa he...he...). Tetapi pengantinnya stress, karena cincin dan segala perlengkapannya belum sampai gereja. Bagian pemberkatan cincin pun diskip, beruntung pas persembahan acara itu bisa disisipkan kembali dengan mulus.


Resepsi di gedung Wismadilaga berjalan sangat lancar. Kami yang tiba-tiba “dipacaki” dengan beskap dan blangkon serta kebaya menjadi sangat kaku karena tidak ada koordinasi sebelumnya.


Stress-stress yang terjadi hanya merupakan dampak kecil dari polah orang tua. Semuanya tersirat dalam raut wajah yang redup dan tidak sumringah.


Kepada anakku Scolastica Sri Endah Dewi Pujiastuti, kuucapkan selamat menempuh bahtera kehidupan berkeluarga. Semoga Tuhan menyertai dan menutunmu sampai pada akhirnya...

Sabtu, Juli 02, 2011

DISEPELEKAN

(pengalaman pribadi sorang alumni)

Minggu kemarin aku ke kampus mengantar teman mengambil ijasah. Setelah ijasah di tangan, kami berdua “mampir” ke ruang dosen pembimbing skripsi. Kebetulan kami berdua dimbimbing oleh dosen yang sama.

Setelah bertegur-sapa seperti biasa, aku segera menyadari bahwa dosenku ini “lupa” akan diriku. Beberapa kali temanku itu menyebut namaku, tetapi dosenku tetap seakan-akan telah “lupa”. O ya, aku sendiri lulus pada bulan Februari 2010, sedangkan temanku itu lulus pada bulan September 2010.

Orang lupa adalah wajar, sangat manusiawi. Tetapi sering kali kita jumpai orang-orang yang pura-pura lupa, seakan-akan lupa.

Aku mengatakan “seakan-akan” lupa karena di balik ke-“lupa”-an itu, beliau bisa menyepelekan diriku. Beliau bilang kalau temanku itu bisa bekerja sesuai bidang ilmunya, sedangkan aku (beliau menunjuk diriku) hanya bisa bekerja dari bank ke bank lagi.

Malahan beliau bertanya padaku: “mengapa tidak bekerja di lembaga ini saja, kan gajinya lebih besar daripada di bank...”
Aku jawab: “saya tidak mampu bekerja di sini. Dan memang benar paling-paling saya hanya bisa bekerja dari bank yang satu ke bank yang lain”
Lalu katanya lagi: “kalau kamu bisa bekerja sesuai bidang ilmumu, dan bisa memiliki pengalaman 2-3 tahun saja di situ, bila kemudian bekerja di bank gajimu bisa puluhan juta...”

Pernyataan dan pertanyaan seperti itu diulang-ulang terus. Intinya adalah meremehkan diriku. Aku akui, aku termasuk mahasiswa dengan otak pas-pasan, miskin lagi...
Lalu aku nyeletuk: “saya mohon maaf belum bisa memberi kenang-kenangan seperti teman saya ini”.
Baru beliau mau berhenti meyindir dan menyepelekan saya dan berkata: “tidak perlu repot, saya tidak mengharapkan itu”

Itulah pengalamanku diremehkan mantan dosen pembimbingku sendiri, hanya karena aku belum memberi hadiah kepada beliau. Dan setelah kejadian itu aku justru membatalkan rencanaku yang sudah bulat untuk memberi sesuatu kenang-kenangan kepada beliau.

(diam-diam aku menyelidiki temanku yang bekerja di instansi dosen itu, ternyata gajinya hanya 50% dari gajiku sekarang....)