
Setelah bertegur-sapa seperti biasa, aku segera menyadari bahwa dosenku ini “lupa” akan diriku. Beberapa kali temanku itu menyebut namaku, tetapi dosenku tetap seakan-akan telah “lupa”. O ya, aku sendiri lulus pada bulan Februari 2010, sedangkan temanku itu lulus pada bulan September 2010.
Orang lupa adalah wajar, sangat manusiawi. Tetapi sering kali kita jumpai orang-orang yang pura-pura lupa, seakan-akan lupa.
Aku mengatakan “seakan-akan” lupa karena di balik ke-“lupa”-an itu, beliau bisa menyepelekan diriku. Beliau bilang kalau temanku itu bisa bekerja sesuai bidang ilmunya, sedangkan aku (beliau menunjuk diriku) hanya bisa bekerja dari bank ke bank lagi.
Malahan beliau bertanya padaku: “mengapa tidak bekerja di lembaga ini saja, kan gajinya lebih besar daripada di bank...”
Aku jawab: “saya tidak mampu bekerja di sini. Dan memang benar paling-paling saya hanya bisa bekerja dari bank yang satu ke bank yang lain”
Lalu katanya lagi: “kalau kamu bisa bekerja sesuai bidang ilmumu, dan bisa memiliki pengalaman 2-3 tahun saja di situ, bila kemudian bekerja di bank gajimu bisa puluhan juta...”
Pernyataan dan pertanyaan seperti itu diulang-ulang terus. Intinya adalah meremehkan diriku. Aku akui, aku termasuk mahasiswa dengan otak pas-pasan, miskin lagi...
Lalu aku nyeletuk: “saya mohon maaf belum bisa memberi kenang-kenangan seperti teman saya ini”.
Baru beliau mau berhenti meyindir dan menyepelekan saya dan berkata: “tidak perlu repot, saya tidak mengharapkan itu”
Itulah pengalamanku diremehkan mantan dosen pembimbingku sendiri, hanya karena aku belum memberi hadiah kepada beliau. Dan setelah kejadian itu aku justru membatalkan rencanaku yang sudah bulat untuk memberi sesuatu kenang-kenangan kepada beliau.
(diam-diam aku menyelidiki temanku yang bekerja di instansi dosen itu, ternyata gajinya hanya 50% dari gajiku sekarang....)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar