
Saat itu, bulan Januari 1975, untuk pertama kalinya aku mengajar di Santa Agnes. Di bawah bimbingan seseorang yang di kemudian hari aku anggap sebagai kakakku sendiri, Pak Sugriwanto, aku menjadi seorang guru yang baik.
Tak seharipun kami lewatkan untuk berdiskusi, sharing tentang hidup dan kehidupan bersama Pak Sugriwanto. Seringkali kami sharing di atas makam Sr. Ignata dari sore sampai pagi hari. Lambat laun kemanusiaan kamipun tergodok dan tertempa melalui hal-hal kecil yang kami alami dalam hidup sehari-hari.
Pada waktu umurku belum dua puluh, aku sudah mengurus semua keperluanku sendiri. Dari urusan pakaian yang kupakai untuk mengajar, sampai soal makan. Belum lagi pekerjaan rutin sebagai seorang guru yang harus mempersiapkan diri untuk mengajar, mengoreksi pekerjaan murid-murid dlsb.
Aku juga mengurusi anak-anak misdinar. Sebelumnya mereka tak ‘terwadahi’. Mereka langsung menerima perintah dari Pastor Paroki, yang notabene sudah tua. Tak jarang mereka bertugas karena takut. Aku sekedar membantu pastor untuk mengkoordinasi mereka. Membuat tugas harian, mingguan dan latihan untuk hari-hari raya, mengajak mereka rekreasi dan bermain.
Di luar jam mengajar, masih bersama Pak Sugri (demikian aku memanggilnya), kami bekerja sebagai tenaga lepas pada sebuah asuransi jiwa yang sudah tua. Kami menikmati itu, sering kali kami harus naik perahu kecil satu sampai dua jam menuju satu kota untuk menyampaikan kuitansi premi asuransi kepada para nasabah.
Dari situlah kerpibadianku tumbuh. Aku yang sekarang ini, sebenarnya dibentuk dan ditempa oleh kehidupanku pada tiga puluh lima tahun yang lalu. Untuk itu aku bersyukur boleh mengalami hal-hal itu semua….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar