Selama hidupnya, manusia (mungkin
terutama manusia di negaraku Indonesia), telah mencapai 1000% dalam upaya dan
usaha membenarkan agamanya sendiri. Agamaku paling benar, dan agama lain itu
salah, atau tidak benar. Tiap detik, menit, jam dan hari hanya membicarakan bahwa
agamaku adalah agama yang paling benar. Benar-benar sudah over-dosis.
Lalu aku merenung, apakah ada
agama yang benar, yang berarti ada agama yang salah? Menurut permenunganku,
semua agama memiliki kebenarannya masing-masing. Mungkin agama ini lebih benar
dan agama itu kurang benar dari sisi-sisi tertentu.
Agama-agama itu memiliki
keyakinan akan Tuhan Allah. Yaitu Allah yang dibahasakan manusia. Apakah bahasa
manusia itu mumpuni untuk Allah, pasti tidak. Bahasa manusia itu tidak
sempurna, karena manusianya tidak sempurna. Bagaimana mungkin manusia yang
serba terbatas ini akan membahasakan Tuhan yang maha sempurna, yang tidak
terbatas?
Agama boleh mengklaim tentang
wahyu Allah. Apakah Allah dalam mewahyukan diri-Nya menggunakan bahasa-Nya
sendiri, bahasa Allah? Dalam mewahyukan diri kepada manusia, Allah pasti
menggunakan bahasa manusia, supaya manusia dapat mengerti. Akan tetapi oleh
karena bahasa manusia itu terbatas, maka tidak mungkin manusia menangkap
realitas Allah seutuhnya, 100%! Tidak mungkin Allah mewahyukan realitas
seutuhnya dari diri-Nya dengan hanya melalui bahasa manusia?
Jadi, bolehkah manusia
menyombongkan diri memiliki agama yang benar dan menyalahkan manusia lain
sebagai pemeluk agama yang tidak benar? Tentu saja tidak boleh! Manusia hanya
bisa menangkap sebagian kecil dari realitas Allah.
Kesimpulanku sementara adalah,
agama yang lebih benar (bukan agama yang benar) adalah agama yang mampu
menangkap lebih banyak wahyu Allah melalui pengalaman dirinya dalam hubungannya
dengan Allah di dalam sejarah manusia itu sendiri. Kebenaran agama tidak dapat
dibuktikan, tapi dialami. Ia berhubungan erat dengan pengalaman. Pengalaman
iman persisnya.
Pengalaman itu adalah pengalaman
manusia, terutama dalam hubungannya dengan manusia lain dan dengan Allah. Bagaimana
manusia bisa mengalami Allah, padahal Allah itu tak terbatas? Pewahyuan diri
Allah hanya bisa ditangkap dengan jelas (tidak bisa seutuhnya!) bila Ia sendiri
hadir di tengah-tengah umat-Nya!
Nah, lo….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar