Minggu, Mei 20, 2018

Fanatisme 1


Pendukung Sepak Bola

Para pendukung Team Sepak Bola yang fanatik sering tidak terima jika kesebelasannya kalah. Mereka pasti menyalahkan orang lain. Mereka akan mencari kesalahan pada orang lain: wasit, hakim garis, penonton, kondisi lapangan, cuaca, angin, dan seterusnya.

Mereka menuduh wasitnya berat sebelah, menerima suap, main mata dengan kesebelasan lawan, tidak jeli, tidak berani (takut kepada pemain lawan), ragu-ragu dan tidak tegas, lamban dalam memutuskan hukuman, dan seterusnya. Demikian pula hakim garisnya, sama saja dengan sang wasit.

Penonton juga disalahkan. Mereka terlalu gaduh dan mengganggu konsentrasi para pemain; Lalu kondisi lapangan dikatakan tidak bagus, banyak rumput yang mati tidak dirawat yang menyebabkan pemainnya sering terpeleset dan jatuh, terutama jika sedang atau sehabis hujan. Lapangan di sebelah sana itu terlalu banyak angin, bola tidak bisa diarahkan.

Pemain lawan bermain kasar, tackling-tackling yang keras, dan sering main sandiwara dengan berpura-pura kesakitan sehinga pemain kesayangannya mendapat hukuman dari wasit.

Begitulah cara pandang para pendukung itu, juga team pelatihnya. Mereka selalu mencari kesalahan orang dan pihak lain. Mereka tidak bisa mengoreksi diri sendiri. Mereka menganggap teamnya benar-benar  sempurna, tanpa kesalahan, tidak ada kekurangan. Mereka anti kritik. Jika dikritik sedikit saja mereka sangat tersinggung dan akan marah besar.

Mereka juga anti pengembangan diri. Kebiasaan-kebiasaan selalu dipertahankan tidak boleh diganggu-gugat. Mereka menilai bahwa kebiasaan-kebiasaan yang ada di team adalah kebiasaan yang paling benar. Harga mati!

Akhirnya mereka memperkuat kelompoknya sendiri untuk membenci kelompok lain. Kelompok lain itu salah, yang benar hanya kelompoknya sendiri. Mereka lalu memusuhi kelompok lain, mencari celah untuk memfitnah, dan seterusnya…

Begitulah gambaran tentang fanatisme itu.
(kapan-kapan akan kulanjutkan)

Minggu, Mei 13, 2018

Dua Raksasa

Kakek :  di dunia ini ada 2 raksasa yang selalu berkelahi. Raksasa pertama bernama Good Speech, dan raksasa kedua adalah Hate Speech. Kira-kira siapa pemenang dari dua raksana itu?
Cucu1 :  Pastilah yang menang Good Speech, karena dimana-mana yang menang adalah kebaikan.
Kakek :  Salah! Kalau kamu, siapa yang menang?
Cucu2 :  Kalau begitu yang menang pasti Hate Speech! (sambil mengejek ke kakaknya)
Kakek :  Salah!
Cucu1 dan Cucu2 : Siapa kek yang menang?
Kakek : Tergantung!
Tergantung siapa yang makan banyak. Kalau Good Speech yang makan banyak kata-kata manis, menghibur, kata-kata yang menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran, raksasa ini menjadi sehat dan kuat. Dia pasti akan menjadi pemenang.
Sebaliknya, kalau Hate Speech yang makan banyak kata-kata kebencian, kebohongan, hoax, kepalsuan dan kata-kata hasutan dan kesesatan, dialah yang akan memenangkan perkelahian itu, karena dia akan berbadan gemuk dan kuat.
Cucu1 : Oiya, ya… Bener kek, bener kek…
Cucu2 : Dan di negara kita ini raksasa yang bernama Hate Speech akan menang, karena mayoritas  warga negara lebih senang berbicara bohong, menipu dan penuh kepalsuan. Warga negara di negara ini mudah sekali mempercayai Hate Speech daripada Good Speech.
Kakek : (dalam hati) Cucu-cucuku pinter. Hati nuraninya masih jernih. Semoga kedua cucuku ini tumbuh dan selalu memberi makan raksasa Good Speech.

(dari homili Mgr Anton dalam misa syukur dies natalis 25th FTI dan FTIS, 20-04-2018).