Senin, Desember 01, 2008

TINGGINYA AROGANSI


Mudah-mudahan ini hanya terjadi di lingkungan universitas yang konon katanya merupakan universitas tersohor: Universitas Katolik Parahyangan. Inilah universias katolik tertua di Indonesia. Sebagai universitas tertua dan memiliki nama harum di dalam maupun di luar negeri, Unpar juga memiliki (mungkin juga kaya) akan kesombongan!

Tingginya arogansi ini dimiliki oleh para dosennya. Siapa korbannya kalau bukan para mahasiswanya sendiri! Saya sudah lama mengamati hal ini. Semenjak saya bekerja di Unpar pada tahun 1981, saya sudah sering melihat kenyataan ini.

Pemberian tugas kepada mahasiswa adalah wajar, ada nilainya. Tetapi pemberian tugas itu sering mengada-ada. Bahan tugas yang harus dikumpulkan dua-tiga hari lagi itu harus dari sebuah jurnal yang hanya terbit di UGM, Jogyakarta, tidak ada di Bandung!

Ada pula tugas yang harus dikerjakan dalam bahasa Inggris, ini bagus sekali. Akan tetapi menjadi aneh ketika si mahasiswa yang pandai berbahasa Inggris karena SMA-nya dari luar negeri, dinilai NOL hanya karena dosennya tidak mengerti.

Ada dosen yang marah ketika mahasiswanya diam tidak mau bertanya di kelas. Tetapi lebih marah lagi bila ada pertanyaan dari mahasiswanya. Atau dosen marah sepanjang 2 sks, hanya karena ada mahasiswa yang bicara sepatah-dua patah kata dengan teman sebelahnya.

Jarang terjadi mahasiswa lulus dalam satu kali tempuh. Biasaya setelah mengulang dua atau tiga semester, mahasiswa baru bisa lulus. Itu juga harus puas dengan nilai C atau D. Ada juga dosen yang baru meluluskan sekelompok mahasiswa setelah menerima hadiah. Dosen ini hanya satu dua orang, tetapi gaungnya bisa meliputi seluruh universitas.

Seorang mahasiswa menangis, karena tidak bisa menempuh ujian susulan, walaupun ada surat bukti opname dari rumah sakit dan ada surat rekomendasi dari dekan. Mahasiswa tersebut tinggal menempuh satu mata kuliah itu, dan skripsipun telah beres.

“Jangan minta nilai ujian kepada dosen itu, walaupun ujiannya sudah semester yang lalu, karena nilainya pasti C”. Kata aktivis mahasiswa. Kalau mau sabar sampai dosennya sendiri mengeluarkan nilai, walaupun sudah terlambat 2 semester, nilainya bisa A.

Ada seorang Pembantu Rektor I (Bidang Akademik) yang dengan gigih dan tanpa bosan-bosannya menghimbau para dosen agar tidak terlalu pelit memberi nilai kepada para mahasiswanya, agar alumni Unpar tidak kalah bersaing di masyarakat. Namun masih banyak alumni Unpar yang nilai beberapa matakuliahnya B, untuk nilai 79 koma sekian. Bahkan ada yang sangat keterlaluan dengan nilai 79,6 tetapi hanya B. Ada banyak alumni yang memiliki lebih dari lima matakuliah dengan nasib seperti itu! (Bayangkan apabila dosen cukup membantu mahasiswanya, IPK alumni ini bisa banyak tertolong).

Mengapa terjadi demikian? Itu karena kesombongan. Saya dosen, berkuasa atas mahasiswa! Mau terima silakan, tidak mau terima silakan. Itu policy saya yang tidak bisa diganggu gugat! Malahan ada seorang dosen yang mengatakan:”...tidak mengajar di Unpar juga tidak kelaparan dan mati!...”

Jika Unpar mau berbenah dan mulai kembali dengan “customer satisfaction”-nya, dosen-dosen seperti itu harus segera “diurus”. Kalau tidak Unpar akan segera ditinggalkan oleh masyarakatnya!

3 komentar:

JP Isnaryono DS mengatakan...

Untuk yang tingginya arogansi,
saya setuja-ju saja,
hanya pertanyaannya siapakah yang akan menertibkan (DA)alias Dosen
Arogansi tsb.

Kapasitas potensi peneritiban yg effektif dari jalur manakah ?
Struktural Fak ? Senat Univ ?
atau .....Yayasankah ?

Pak Mo

Pak Mo mengatakan...

Komentar di atas adalah milik Pak Mo
tapi isn@r yang memposting
karena masuk ke email japri.

Trimakasih atas komentnya
sekarang dibalik
Pak Mo yang menjawab:
yang harus merombak dan mengURUS
ya pimpinan universitas
mau siapa lagi???

salam

Anonim mengatakan...

untuuuung saja saya dulu tidak memilih kuliah di unpar (jadi bersyukur)
:)