Cerita ini saya save dari sebuah email di tahun 2013. Saya lupa email dari siapa di milis apa:
Ini sebuah kisah nyata yang menarik dan menyentuh. Ada seorang laki-laki paruh baya, umur 50
tahunan. Ia dipanggil A Cong (Ah Chong, ejaan inggrisnya). Miskin, tetapi jujur
dan tekun. Kejujuran dan ketekunan itu mendapat perhatian seorang pemilik toko
material di daerah Glodok, Pinangsia, Jakarta.
A Cong diangkat menjadi CEO (chief exec.officer) atau penanggung jawab penuh
toko tersebut. Usaha material itu meraup sukses luar biasa.
Sedemikian sibuknya A Cong di toko itu melayani pembeli, sampai ia tak sempat makan dengan teratur. Bahkan tidak jarang ia makan sambil tetap melayani. Tetapi, di tengah kesibukannya, setiap jam 12 siang ia menyempatkan diri berlari ke sebuah gereja di dekat situ. Dan itu ia lakukan tiap hari, sudah lebih dari tiga setengah tahun.
Sampai pada suatu hari kecurigaan seorang pastor memuncak ... ! Ia telah memperhatikan dan mengamati fenomena aneh ini di gerejanya. A Cong datang di pintu gereja, hanya berdiri saja, membuat tanda salib, lalu segera bablas lagi.
Ritual itu setia dilakukan A Cong, tiap-tiap hari, itu-itu saja.
Sedemikian sibuknya A Cong di toko itu melayani pembeli, sampai ia tak sempat makan dengan teratur. Bahkan tidak jarang ia makan sambil tetap melayani. Tetapi, di tengah kesibukannya, setiap jam 12 siang ia menyempatkan diri berlari ke sebuah gereja di dekat situ. Dan itu ia lakukan tiap hari, sudah lebih dari tiga setengah tahun.
Sampai pada suatu hari kecurigaan seorang pastor memuncak ... ! Ia telah memperhatikan dan mengamati fenomena aneh ini di gerejanya. A Cong datang di pintu gereja, hanya berdiri saja, membuat tanda salib, lalu segera bablas lagi.
Ritual itu setia dilakukan A Cong, tiap-tiap hari, itu-itu saja.
Adakah
udang dibalik batu ??? Jangan-jangan ..... Romo yang penasaran itu mencari
kesempatan menghadang si A Cong, dan bertanya tanpa basa-basi lagi
kesempatan menghadang si A Cong, dan bertanya tanpa basa-basi lagi
Kata
Romo : “maaf, Cek (panggilan menghormat bagi laki-laki Tionghoa), kenapa Encek
saben hari datang jam 12 begini, cuman berdiri saja di pintu, bikin tanda salib, terus cepet-cepet pergi lagi?”
saben hari datang jam 12 begini, cuman berdiri saja di pintu, bikin tanda salib, terus cepet-cepet pergi lagi?”
Kaget,
si A Cong menjawab tersipu : "Hah?!... Lomo.., owe ini olang sibuk, owe
punya waktu seliki, tapi owe seneng dateng kemali."
Jelas, Romo belum puas dan terus mendesak : “Emangnya apa yang Encek lakukan di pintu gereja gitu ?"
Jawab A Cong dengan polos : "Ngga ada apa-apa, benel Owe cuman bilang ini doang : Tuhan Yesus, ini owe, A Cong. Uuudah ."
Terbengong, hanya "Oh....!" yang bisa dilontarkan sang Romo. Dan A Cong pun bergegas kembali ke tokonya.
Pada suatu hari A Cong sakit parah karena super sibuk dan makan sekenanya, tidak teratur. Komplikasi penyakitnya cukup berat sehingga ia dilarikan ke rumah sakit.
Jelas, Romo belum puas dan terus mendesak : “Emangnya apa yang Encek lakukan di pintu gereja gitu ?"
Jawab A Cong dengan polos : "Ngga ada apa-apa, benel Owe cuman bilang ini doang : Tuhan Yesus, ini owe, A Cong. Uuudah ."
Terbengong, hanya "Oh....!" yang bisa dilontarkan sang Romo. Dan A Cong pun bergegas kembali ke tokonya.
Pada suatu hari A Cong sakit parah karena super sibuk dan makan sekenanya, tidak teratur. Komplikasi penyakitnya cukup berat sehingga ia dilarikan ke rumah sakit.
A Cong
bukan orang kaya, maka ia menempati kamar kelas 3, satu kamar dihuni 8 orang
pasien. Sejak masuknya A Cong, kamar itu menjadi ceria, penuh canda tawa.Tak
terasa 3 bulan sudah A Cong dirawat. Ia pun sembuh dan diperbolehkan pulang.
Ia gembira, tentunya, tetapi teman2 sekamarnya bersedih. Selama dirawat itu, semua sesama pasien dihiburnya. A Cong setiap pagi menghampiri teman-teman pasiennya, satu per satu, dan menanyakan keadaan masing2. Sayang, sekarang A Cong harus pulang dan kamar itu akan kembali sunyi.
Akhirnya salah seorang sesama pasien mencoba bertanya: "Eh Cek A Cong, mau nanya nih. Kenapa sih Encek begitu gembira, dan selalu gembira, padahal penyakit Encek 'kan serius ?"
Ia gembira, tentunya, tetapi teman2 sekamarnya bersedih. Selama dirawat itu, semua sesama pasien dihiburnya. A Cong setiap pagi menghampiri teman-teman pasiennya, satu per satu, dan menanyakan keadaan masing2. Sayang, sekarang A Cong harus pulang dan kamar itu akan kembali sunyi.
Akhirnya salah seorang sesama pasien mencoba bertanya: "Eh Cek A Cong, mau nanya nih. Kenapa sih Encek begitu gembira, dan selalu gembira, padahal penyakit Encek 'kan serius ?"
Acong tercenung dan menjawab : "Saben ali yam lua welas, yah, ada olang laki lambut gondlong dateng, megang kaki saya, dia bilang: A Cong, ini aku, Yesus Klistus. Gimana owe nggak seneng, coba..."
Moral of the story :
Sesibuk-sibuknya kita, sisihkan waktumu, untuk bersama Tuhan