(Tahun lalu, tepatnya bulan Januari 2016, saya diminta menulis tentang Pst Nicolaas Christiaan
Schneiders,SMM.)
P : “Mengapa saya? Mengapa tidak minta Pastor lain, misalnya pastor yang berasal dari jawa….”
S
: “Tidak Pastor, saya justru mengagumi
Pastor. Oleh karena itu saya mohon Pastor untuk memimpin ibadat ini”.
P : “Baiklah kalau begitu….”
Itulah sepenggal pembicaraan saya dengan Pastor Nico . Pada waktu itu
saya menghadap Pastor Nico memohon untuk memimpin ibadat menjelang pernikahan
anak saya. Saya memang sengaja langsung ke Pastor Nico karena sudah sejak lama
saya mengagumi beliau. Tidak saya duga sebelumnya, bahwa Pastor Nico
mempersilahkan saya untuk ke pastor lain terlebih dahulu, karena beliau mengira
bahwa ibadat ini akan lebih baik jika dibawakan atau dipimpin oleh pastor dari
Jawa, misalnya. Ini adalah bukti kerendahan hati Pastor Nico. Beliau lebih
mengarahkan saya kepada pastor lain, dan tidak dengan serta merta langsung
menyanggupi permohonan saya. Dalam benak saya, kecuali sedang sangat sibuk,
seorang pastor akan langsung menerima permohonan umat untuk memimpin pelayanan
sakramen atau sakramentali. Ternyata Pastor Nico tidak demikian.
Mengapa saya mengidolakan Pastor Nico sebagai seorang gembala umat yang
rendah hati?
Pertama, walaupun Pastor Nico bukan seorang pastor paroki, namun beliau
sangat rajin menghadiri pertemuan lingkungan. Kami umat lingkungan 2 Santa
Lucia merasa sangat beruntung, bahwa di
tengah-tengah kami ada biara Serikat Maria Monfortan, yang berada di Jl.
Gunung Kencana 8-10, Ciumbuleuit, Bandung. Kami mendapatkan anugerah Allah yang
sangat besar dengan kehadiran Pastor Nico khususnya dan Pastor-pastor serta
Bruder SMM lainnya pada setiap pertemuan lingkungan.
Inspirasi, refleksi dan sharing iman dari Pastor Nico selalu
membangkitkan gairah umat lingkungan
untuk turut serta aktif dalam menuangkan sharing-sharing pribadi di
tengah-tengah umat yang hadir. Tidak dipungkiri bahwa sebagian besar umat masih
menempatkan figur seorang pastor sebagai manusia istimewa, pastor-centris,
tetapi terhadap Pastor Nico, kami umat lingkungan tidak demikian. Kami, khususnya
saya menganggap Pastor Nico sebagai seorang ayah, yang selalu menyayangi
anak-anaknya. Pertemuan lingkungan tidak pernah menjadi kering, tidak monoton
karena kehadiran Pastor Nico selalu menghangatkan dan menggairahkan warga
lingkungan yang hadir. Beliau selalu membuat kami merasa “happy” di dalam
pertemuan. Beliau selalu menyegarkan iman kami. Sebagai Gembala, Pastor Nico
tidak di depan atau di belakang kawanan domba, namun tidak ragu-ragu berada di
tengah-tengah dombanya. Sekali lagi ini membuktikan bahwa memang Pastor Nico
bagi kami adalah seorang gembala yang rendah hati.
Kedua, saya mengagumi Pastor Nico karena penghayatan imannya yang
sangat dalam. Penghayatannya itu ditemukannya sendiri melalui pengalaman rohani
dalam perjalanan hidupnya. Spiritualitas Monfortan sudah dihidupi dan menjadi
nafasnya sehari-hari. Kitab Suci sudah menyatu dengan hidupnya. Refleksi
imannya bukan berasal dari luar dirinya, tetapi memancar dari dalam jiwanya. Pastor
Nico adalah gambaran orang yang berelasi sangat dekat dan intim dengan Yang
Ilahi. Hal ini terlihat dari renungan-renungan yang amat dalam, gampang
dimengerti dan menggugah, membangunkan kami.
Pastor Nico memiliki pengalaman iman yang dalam. Ada 2 peristiwa dalam
Injil yang selalu disharingkan oleh beliau. Yang pertama tentang perumpamaan
anak hilang yang kembali kepada bapaknya. Yang kedua tentang seorang penjahat
yang disalib bersama-sama dengan Yesus. Dari 2 kisah dalam Injil itu Pastor
Nico menyakini bahwa api penyucian atau yang sering disebut purgatorium itu tidak ada.
Anak yang hilang dan telah menghabiskan warisannya dengan berfoya-foya
itu pulang dan seketika itu bapaknya mendekap, merangkul dan menciumi dia, dan meminta kepada pelayan-pelayannya untuk
segera membawakan jubah yang terbaik dan cincin untuk anaknya itu. Bapaknya
mengajak pesta dengan menyembelih lembu yang paling gemuk. Bapaknya tidak
menghukum anaknya itu, tidak minta waktu untuk menunggu. Bapaknya langsung
menyambutnya.
Yesus berkata kepada penjahat yang disalibkan disampingnya, “pada hari
ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam firdaus”. Yesus tidak
mengatakan “besok” atau “lusa” atau “kelak engkau akan ada bersama-sama dengan
Aku di dalam firdaus”. Yesus tidak meminta untuk menunggu, tapi tegas
menyatakan “pada hari ini juga!”
Allah itu tidak terikat pada ruang dan waktu. Maka bagi Allah tidak ada waktu “sekarang” atau “besok”. Bagi Allah tidak ada
istilah “tunggu sehari lagi, tunggu sekian tahun lagi”. Allah juga tidak
memiliki tempat atau ruang untuk menunggu. Jadi tidak mungkin Allah mengakatan
“kamu harus menunggu di tempat penantian” .
Kesimpulannya menurut Pastor Nico adalah Api Penyucian sebagai tempat
untuk menunggu kesempatan manusia masuk ke surga itu tidak ada. Kesimpulan itu
tidak mungkin tercetus oleh orang biasa seperti kita. Sudah berkali-kali kita
membaca perumpamaan tentang anak yang hilang. Sudah berkali-kali pula kita
membaca dan mendengar tentang kata Yesus kepada penjahat yang disalib
bersama-sama dengan Yesus itu. Tetapi hanya Pastor Nico yang menghidupi
sabda-sabda itu. Pergumulan hidupnya dengan Kitab Suci membawa Pastor Nico
kepada kesimpulan itu.
Selain itu, kita mengetahui bahwa Pastor Nico sudah 50 tahun hidup sebagai
seorang pastor, dan sudah pasti lebih dari 50 tahun beliau hidup membiara.
Sudah barang tentu pengalaman imannya sudah sangat dalam. Bukan sekedar iman
yang mengambang di luar, tetapi iman Pastor Nico adalah hidupnya itu sendiri.
Pengalaman selama 50 tahun sebagai seorang imam, telah mengantarkan Pastor Nico
kepada kematangan dari seluruh hidupnya.
Selamat merayakan pesta emas imamat Pastor, semoga Pastor Nico selalu
dikaruniai kesehatan yang baik, umur panjang dan tetap semangat dalam
menghadirkan Kerajaan Allah dimanapun berada, terutama di Lingkungan 2,
Lingkungan St. Lucia, Ciumbuleuit.
Terima kasih atas contoh hidup dan kehidupan iman kepada kami. Semua ini
akan kami persembahkan kembali kepada Sang Kebijaksanaan, sekarang sampai
selama-lamanya.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar